NUSANTARA1.ID – Ketimpangan penguasaan ruang di Gorontalo menjadi sorotan dalam diskusi publik bertajuk Darurat Ekologis dan Ketimpangan Sosial di Gorontalo yang digelar di Aula Universitas Muhammadiyah Gorontalo pada Selasa (21/1).
Dalam pemaparan tersebut, terungkap bahwa 63 persen lahan di Gorontalo dikuasai oleh korporasi, sementara masyarakat hanya memanfaatkan sebagian kecil lahan yang tersisa.
Defri Sofyan dari Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Gorontalo menjelaskan bahwa sebagian besar ruang yang dikuasai korporasi digunakan untuk perkebunan sawit, tanaman energi, pertambangan, serta jagung yang diprioritaskan untuk kebutuhan industri pakan ternak.
“Ketimpangan ini meminggirkan masyarakat lokal dari hak mereka atas ruang dan sumber daya, serta memberikan dampak serius terhadap keberlanjutan ekosistem di Gorontalo,” ujarnya.
Diskusi publik ini menghadirkan sejumlah narasumber, di antaranya Idah Syaidah Rusli Habibie Wakil Gubernur terpilih Gorontalo, Zenzi Suhadi Direktur Eksekutif Walhi Nasional, Rio Ismail dari Walhi Kultural, serta Terri Repi akademisi Universitas Muhammadiyah Gorontalo.
Dalam diskusi, para narasumber juga menyoroti perlunya langkah konkret untuk mengatasi ketimpangan ini.
“Penting bagi pemerintah dan masyarakat untuk mendorong pengelolaan lahan yang lebih adil dan berkelanjutan, agar keadilan ekologis dan sosial dapat terwujud,” tegas Zenzi Suhadi.
Kegiatan ini diharapkan menjadi momentum untuk memperjuangkan keadilan pengelolaan ruang di Gorontalo, sekaligus meningkatkan kesadaran terhadap dampak ketimpangan yang semakin mengancam masyarakat dan lingkungan. (*)