NUSANTARA1.ID – Dewasn Pers meminta kepada seluruh wartawan agar tak menjadikan media sosial (Medsos) sebagai sumber berita. Apalagi memasuki tahun politik, karena saat ini Medsos umumnya digunakan oleh pendengung sebagai sarana propaganda dan kampanye.
“Sekarang ada isu yang dilempar buzzer soal penamparan Wakil Menteri, sesuai dengan Pasal 3 Kode Etik Jurnalistik harus benar-benar diverifikasi dulu kebenarannya sebelum dijadikan berita,” kata Ketua Komisi Kemitraan dan Infrastruktur Organisasi Dewan Pers, Asep Setiawan di Ambon, Rabu, (20/9)
Ia menyampaikan hal itu pada Workshop Peliputan Pemilu 2024 diikuti organisasi pers dan pimpinan media di Maluku.
Menurutnya, pada era keterbukaan saat ini, masyarakat memiliki hak untuk memiliki dan mengakses media sosial. Namun di belakangnya ada penumpang gelap berupa pendengung bayaran yang melempar berbagai isu.
“Ini menjadi tantangan bagi dunia pers dan wartawan untuk berhati-hati dalam menelaah dan menerima informasi,” tegasnya.
Oleh sebab itu, ia mengingatkan saat menerima informasi dianalisis dulu, apakah benar atau tidak.
“Apakah masuk akal ada seorang menteri menampar wakil menteri di rapat kabinet? Kan tidak, karena itu jangan langsung dibuat beritanya,” kata dia.
Ia juga mengungkapkan Dewan Pers menerima pengaduan dari salah satu partai besar di Indonesia terkait pemberitaan suatu media yang berjudul ketua umum partai tersebut pamer kekuasaan.
“Padahal dalam peristiwa yang diberitakan tidak ada pamer kekuasaan,” katanya.
Karena itu, ia kembali mengingatkan media massa berhati-hati dalam menulis berita mulai dari judul hingga teras.
“Wartawan harus turun ke lapangan, memastikan apa yang terjadi, jangan hanya di kantor saja telepon sana-sini, lihat medsos, lalu bikin berita, ini bukan jati diri jurnalis profesional,” kata dia.
Dewan Pers menekankan wartawan juga harus mendidik masyarakat agar terbiasa berbeda pendapat dan menyediakan ruang diskusi di tahun politik ini untuk menerima perbedaan.
“Kalau tidak biasa ada perbedaan bisa rusuh, maka mari didik masyarakat supaya dewasa berdemokrasi,” kata dia.
Ia juga mengingatkan agar wartawan berhati-hati memilih narasumber dan menghindari berita yang sensasional.
“Wartawan juga harus menjunjung tinggi etika dalam bertugas mulai dari penampilan yang baik hingga jati diri profesional,” katanya.
Pada sisi lain, ia berpesan kepada media di Maluku menjaga pemberitaan yang kondusif sehingga Pemilu berjalan damai.
“Jangan sampai pemilih hanya satu juta di Maluku, sementara secara nasional 200 juta, namun yang satu juta itu menjadi berita internasional karena kerawanannya,” ujar dia.
Karena itu, Dewan Pers mengajak media massa mengawal rotasi kekuasaan secara damai, apalagi posisi Indonesia sudah masuk kategori negara menengah, sehingga stabilitas demokrasi akan diukur lewat pelaksanaan Pemilu. (*)