NUSANTARA1.ID – Anggota DPRD Provinsi Gorontalo, Umar Karim, yang juga menjabat sebagai Ketua Panitia Khusus (Pansus) DPRD terkait Perkebunan Sawit, menyoroti sejumlah persoalan serius yang membelit operasional Palma Group di Kabupaten Gorontalo.
Saat ditemui media usai kegiatan reses Daerah Pemilihan (Dapil) III dan IV di Kantor Bupati Kabupaten Gorontalo, pada Senin, 23 Juni 2025, Umar Karim mengungkapkan berbagai temuan krusial yang dinilai berdampak signifikan terhadap kesejahteraan masyarakat serta tata kelola perkebunan sawit di daerah tersebut.
Salah satu sorotan utama adalah minimnya manfaat ekonomi yang dirasakan oleh 2.790 masyarakat yang telah menyerahkan ribuan hektar lahan mereka kepada perusahaan.
“Sebagai contoh, salah satu warga menyerahkan 6,7 hektar lahannya kepada perusahaan, dan saat ini hanya menerima Rp 360 ribu setiap enam bulan. Artinya, setiap bulan hanya Rp 60 ribu dari lahan seluas itu. Itu baru satu orang, belum 2.789 masyarakat lainnya,” ungkap Umar Karim
Ia menilai kondisi ini turut berkontribusi terhadap tingginya angka kemiskinan di Provinsi dan Kabupaten Gorontalo.
Tak hanya itu, Umar juga menyoroti keberadaan koperasi yang menaungi ribuan petani sawit tersebut. Sejak dibentuk pada 2014, koperasi itu hanya satu kali menggelar Rapat Anggota Tahunan (RAT) dalam kurun waktu sepuluh tahun.
“Tentu ini sudah melanggar Undang-Undang tentang Koperasi. Kami sudah punya wacana untuk merekomendasikan pembubaran koperasi tersebut,” tegasnya.
Lebih lanjut, Umar mempersoalkan pemanfaatan lahan konsesi milik Palma Group yang seluas 8.000 hektar, namun hingga saat ini baru sekitar 4.000 hektar yang diolah. Sisanya tidak dimanfaatkan sejak tahun 2013.
Ia mengingatkan bahwa berdasarkan regulasi terbaru dalam Undang-Undang Cipta Kerja, lahan yang tidak dimanfaatkan selama dua tahun sejak diberikan dapat dikategorikan sebagai lahan terlantar dan berhak disita negara untuk dimanfaatkan demi kepentingan rakyat.
Temuan lain yang diangkat adalah belum adanya Pejabat Penilai Perkebunan di Kabupaten Gorontalo, meskipun Pemerintah Provinsi telah mendorong pengangkatannya sejak 2019.
“Hal ini juga menjadi salah satu penyebab utama buruknya tata kelola perkebunan sawit di Kabupaten Gorontalo,” pungkas Umar Karim. (**)