Kemenkeu Keluarkan Kebijakan Dianggap Tak Pro Daerah 

Ketua DPRD Kabupaten Gorontalo, Syam T. Ase
Ketua DPRD Kabupaten Gorontalo, Syam T. Ase

NUSANTARA1.ID – Kebijakan pemerintah pusat, dalam hal ini Kementrian  keuangan (Kemenkeu) dianggap tak pro pada daerah, ini ditegaskan oleh Ketua DPRD Syam T Ase, Selasa (24/1). Bahkan  melalui Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (ADKASI), DPRD Kabupaten Gorontalo akan ikut bergabung dengan 10 ribu anggota DPRD se Indonesia, melakukan aksi demo di bulan Februari mendatang. 

Syam yang juga merupakan wakil Sekjen Adkasi sekaligus koordinator  wilayah Indonesia timur ini mengaku sementara melakukan konsolidasi dengan DPRD lainnya di bagian Indonesia Timur, terkait aturan yang keluar dari kementrian keuangan yang terkesan mempersulit daerah. Misalnya saja peraturan menteri keuangan nomor  212/PMK.07/2022 tahun 2022  tentan indikator tingkat kinerja daerah dan ketentuan umum bagian Dana Alokasi Umum (DAU) yang ditentukan penggunaannya tahun anggaran 2023. 

“Terkait DAU peruntukan membuat daerah kalang kabut, karena keluarnya PMK 212 ini setelah APBD tahun 2023 diketuk. “APBD sudah disahkan dengan struktur keuangan yang sudah kita lakukan tentunya agak kerepotan, karena sudah disusun dan tiba-tiba keluar PMK 212 yang tentunya kita harus kembali menyesuaikan struktur APBD yang sudah disahkan dan dievaluasi gubernur dan itu berlaku seluruh daerah,” ungkap Syam. 

Bacaan Lainnya

Lanjut dikatakan Syam, bukan hanya PMK 212 yang membuat daerah repot, revisi PP nomor 18 sampai hari ini PP nomor 1 tak sesuai dengan apa yang sudah diperjuangkan dan diskusikan dengan Kementerian Keuangan dan dalam negeri, justru tidak mencerminkan keadilan bagi anggota DPRD se Indonesia. 

“Karena posisi DPRD sampai saat ini tak jelas masuk kategori mana, pejabat negara tidak dan saat bahas pejabat daerah pun tidak ada yang mengatur akan hal itu. Sehingga ini penting untuk pressure pemerintah pusat, karena bicara penyelenggaraan daerah  antara eksekutif dan legislatif, eksekutif dalam hal ini Bupati adalah pejabat negara, tetapi legislative tidak masuk pejabat negara. Itu juga yang menjadi persoalan sampai hari ini yang harus kita perjuangkan ke tingkat pusat dan berharap, pemerintah pusat beri ruang lebih besar untuk daerah menentukan kebijakan daerah,” tandas Syam. (*)

Pos terkait