Menilik Sejarah Desa Pilohayanga, Didiami oleh Pemberani yang Sangat Kuat

Kantor Desa Pilohayanga Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo. [foto:juna/nusantara1]
Kantor Desa Pilohayanga Kecamatan Telaga Kabupaten Gorontalo. [foto:juna/nusantara1]

NUSANTARA1.ID – Di balik nama Pilohayanga, tersimpan kisah sejarah yang sarat akan keberanian, kekuatan fisik, dan dinamika sosial khas masyarakat Gorontalo tempo dulu. Desa yang kini berada di wilayah Kecamatan Telaga, Kabupaten Gorontalo, dulunya dikenal sebagai daerah yang penduduknya tangguh dan disegani.

Menurut cerita yang berkembang secara turun-temurun di tengah masyarakat, sebelum Pilohayanga dimekarkan menjadi tiga desa, kawasan ini sudah lebih dulu dikenal sebagai kampung yang warganya memiliki fisik kuat dan keberanian luar biasa.

Saking terkenalnya, banyak pendatang enggan berkunjung karena khawatir terseret dalam konflik yang pada masa itu sering terjadi antar kampung dalam bentuk pertarungan fisik.

Bacaan Lainnya

Suatu ketika, datanglah seorang penghulu dari Suwawa bersama istrinya dan para pengiring. Mereka tengah mencari lokasi yang cocok untuk dijadikan tanah perkebunan.

Namun, perjumpaan mereka dengan warga Pilohayanga justru memicu salah paham. Akibatnya, terjadi bentrokan fisik. Dalam kejadian itu, sang penghulu menunjukkan kekuatan luar biasa. Ia sempat menggenggam rambut salah seorang warga, mengangkat tubuhnya, dan menghuyung-huyungkannya hingga lawan tak berdaya.

Peristiwa ini menjadi titik balik penting. Masyarakat kemudian menyebut tempat kejadian itu dengan nama ‘Pilohayanga’, yang berasal dari kata ‘Pilohaya-hayangolio’ yang artinya, tempat dihuyung-huyung.

Nama ini diabadikan sebagai identitas kampung tersebut, dan lambat laun menjadi Desa Pilohayanga.

“Sejarah ini menjadi kebanggaan masyarakat kami. Dulu terkenal karena keberanian, sekarang menjadi desa yang berkembang dan mandiri,” ujar Taufik Husa, Kepala Desa Pilohayanga, saat ditemui pada Jumat, 20 Juni 2025.

Seiring waktu dan perkembangan wilayah, pada 2007 Desa Pilohayanga mengalami pemekaran. Kini, dari satu desa induk lahirlah tiga desa: Desa Pilohayanga, Desa Pilohayanga Barat, dan Desa Dulohupa.

Taufik menambahkan bahwa meski telah dimekarkan, ketiga desa ini masih menjunjung nilai-nilai sejarah dan persatuan yang telah diwariskan leluhur.

“Pemekaran ini justru mempercepat pembangunan dan pemerataan layanan masyarakat. Tapi yang tak kalah penting adalah semangat gotong royong dan keberanian yang tetap hidup dalam keseharian warga,” tuturnya.

Dari cerita masa lalu yang penuh ketegangan hingga menjadi bagian dari kisah pembangunan desa, Pilohayanga kini tak hanya menyimpan sejarah, tapi juga menjadi simbol transformasi masyarakat Gorontalo yang berani menghadapi zaman. (*)

Pos terkait