Owner Koperasi ‘Sinar Berkat Abadi’ Kembali Mangkir dari RDP

RDP terkait pekerja koperasi Sinar Berkat Abadi yang tidak terbayarkan. [foto:juna/nusantara1]
RDP terkait pekerja koperasi Sinar Berkat Abadi yang tidak terbayarkan. [foto:juna/nusantara1]

NUSANTARA1.ID – Owner Koperasi Sinar Berkat Abadi kembali tidak menghadiri Rapat Dengar Pendapat (RDP) kedua yang digelar Komisi II DPRD Kabupaten Gorontalo pada Selasa, 20 Mei 2025. Ini merupakan ketidakhadiran kedua dari pihak koperasi dalam agenda yang membahas dugaan pelanggaran hak-hak pekerja.

Wakil Ketua Komisi II DPRD Kabupaten Gorontalo, Rivon Kadir, menegaskan bahwa pihaknya akan menjadwalkan RDP ketiga. Jika kembali tidak dihadiri oleh pihak koperasi, DPRD akan berkoordinasi dengan Polres untuk melakukan pemanggilan paksa.

“Kita akan berkomunikasi dengan pihak Polres terkait langkah selanjutnya. Apabila di RDP ketiga pihak koperasi masih tidak hadir, maka akan dijemput paksa,” tegas Rivon usai memimpin rapat.

Bacaan Lainnya

Ia juga menambahkan bahwa sebelum RDP ketiga digelar, gabungan komisi DPRD akan turun langsung mengecek kondisi di lapangan. Diketahui, Koperasi Sinar Berkat Abadi telah beroperasi lebih dari 20 tahun secara ilegal, dan baru mulai mengurus perizinan pada tahun 2023.

RDP ini merupakan tindak lanjut dari pengaduan sejumlah pekerja bersama Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), terkait hak-hak karyawan yang belum dibayarkan, bahkan ada yang telah tertunggak hingga dua tahun.

Meski jumlah pekerja terdampak cukup banyak, baru enam orang yang berani menyuarakan keluhannya dan hadir langsung dalam rapat. Rapat tersebut juga dihadiri oleh perwakilan dari Dinas Koperasi, Dinas Tenaga Kerja, serta pihak terkait lainnya.

Sementara itu, pemilik Koperasi Sinar Berkat Abadi, Nelvi Wowor, saat dimintai tanggapan menyatakan bahwa dirinya bukan mangkir, melainkan enggan berdebat di forum DPRD.

“Bukan saya tidak mau hadir. Hanya saja saya tidak ingin berdebat di ruang DPRD. Kalau mereka keberatan, silahkan lapor. Saya punya bukti kuat, saksi dan surat pernyataan,” ujar Nelvi.

Nelvi membantah tudingan tidak membayar gaji para pekerja. Ia mengklaim bahwa penghitungan gaji dilakukan dengan skema bagi hasil, yakni 10 persen untuk penagih (pekerja) dan 20 persen untuk koperasi.

Ia juga menyebut beberapa pekerja tengah bermasalah secara hukum, termasuk seorang yang kini berstatus tersangka karena diduga menggunakan uang nasabah tanpa izin.

Nelvi menambahkan bahwa dirinya telah berupaya mengajak pekerja bermediasi, baik di rumah maupun di kantor desa, namun ditolak. Akibatnya, ia memilih menempuh jalur hukum. (*)

Pos terkait