Sebanyak Rp 3,15 M Uang Korupsi Timah Mengalir ke Rekening Sandra Dewi  

Tersangka kasus korupsi timah Harvey Moeis bersama istrinya, Sandra Dewi. [foto:ist]
Tersangka kasus korupsi timah Harvey Moeis bersama istrinya, Sandra Dewi. [foto:ist]

NUSANTARA1.ID – Info menarik dari kasus korupsi timah yang melibatkan Harvey Moeis. Yakni, sebanyak Rp 3,15 miliar uang korupsi timah mengalir ke rekening Sandra Dewi. 

Itu diungkapkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) Ardito Muwardi dalam sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (14/8).

Ardito Muwardi menyebut Harvey Moeis yang merupakan perpanjangan tangan dari PT Refined Bangka Tin mengalirkan uang terkait kasus dugaan korupsi dalam pengelolaan tata niaga komoditas timah kepada Sandra Dewi sebesar Rp 3,15 miliar.

Bacaan Lainnya

Adapun uang tersebut berasal dari biaya pengamanan peralatan processing penglogaman timah sebesar 500 dolar Amerika Serikat (AS) sampai 750 dolar AS per ton dari empat smelter swasta.

“Sandra Dewi selaku istri terdakwa menerima Rp 3,15 miliar melalui rekeningnya yang ditransfer dari rekening PT Quantum Skyline Exchange, Kristiyono, dan PT Refined Bangka Tin periode tahun 2018-2023,” ungkap Ardito Muwardi dilansir Antara.

Menurut JPU, uang biaya pengamanan peralatan processing penglogaman timah dari keempat smelter seolah-olah dicatat sebagai biaya Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikelola Harvey Moeis atas nama PT Refined Bangka Tin.

Keempat smelter yang dimaksud yaitu CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Binasentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Inter Nusa.

Tak hanya ke rekening Sandra Dewi, uang juga ditransfer ke rekening Harvey Moeis sejumlah Rp 47,12 miliar.

Keterangan dalam slip setoran transaksi tersebut seolah-olah untuk pembayaran utang, modal usaha, dan operasional.

Uang hasil korupsi timah juga ditransfer ke rekening Ratih Purnamasari selaku asisten pribadi Sandra Dewi senilai Rp 80 juta untuk keperluan Sandra Dewi.

JPU melanjutkan, dalam mengelola uang yang diterima dengan cara transfer, Harvey Moeis juga meminta Manajer PT Quantum Skyline Exchange Helena Lim mengubah bentuk uang tersebut dari rupiah ke mata uang asing, dolar Singapura dan dolar Amerika Serikat.

Harvey Moeis kemudian meminta Helena supaya mata uang tersebut diserahkan kepada Anggreini dan Triyanti Retno Widyastuti di rumah Jalan Gunarwarman Nomor 31-33, Kebayoran Baru, Jakarta.

“Selanjutnya Anggreini dan Triyanti menginformasikan Harvey bahwa uang tersebut sudah diterima dan kemudian Harvey mengambil uang tersebut,” imbuh JPU.

Tidak hanya melalui transfer, menurut JPU, Harvey Moeis menerima uang dari empat smelter secara tunai, yakni dari para pemilik smelter swasta, antara lain Robert Indarto di rumah jalan Gunawarman Nomor 31-33 dan Tamron Als Aon melalui staf PT Refined Bangka Tin Adam Marcos.

Harvey Moeis didakwa melakukan korupsi dan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) terkait kasus dugaan korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah izin usaha pertambangan PT Timah Tbk tahun 2015-2022, yang merugikan keuangan negara senilai Rp 300 triliun.

Korupsi dilakukan Harvey Moeis dengan menerima uang senilai Rp 420 miliar bersama Manajer PT Quantum Skyline Exchange Helena Lim, antara lain melalui program kerja sama sewa peralatan processing penglogaman timah antara PT Timah Tbk. dengan PT Refined Bangka Tin, CV Venus Inti Perkasa, PT Sariwiguna Bina Sentosa, PT Stanindo Inti Perkasa, dan PT Tinindo Internusa.

Sementara TPPU dilakukan Harvey Moeis dengan menggunakan sebagian uang biaya pengamanan peralatan processing penglogaman timah sebesar 500 dolar Amerika Serikat (AS) sampai 750 dolar AS per ton dari empat smelter swasta yang seolah-olah dicatat sebagai biaya CSR untuk kepentingan pribadi.

Kepentingan pribadi dimaksud antara lain membeli mobil mewah dengan nama orang lain atau perusahaan orang lain, membeli rumah mewah di beberapa lokasi, membayar sewa rumah di Australia, hingga membelikan Sandra Dewi sekitar 88 tas bermerek dan 141 perhiasan.

Atas perbuatannya, Harvey Moeis terancam pidana yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 atau Pasal 4 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan TPPU. (*)

 

 

Pos terkait