SALAH satu kegagalan Parpol yakni ketika tak kunjung mendapat koalisi untuk momen suksesi seperti Pilkada. Meskipun perolehan kursi memadai, namun ketika gagal menemukan ‘kawan’, maka ujung-ujungnya akan menjadi penonton. Itu memungkinkan dialami Partai Golkar Gorontalo Utara jika gagal menjalani komunikasi politik.
Penulis: Jamal de Marshall
JIKA melihat situasi politik jelang Pilkada Gorontalo Utara, nampaknya Partai Golkar akan jadi penonton. Itu jika tidak segera dilakukan komunikasi dengan Parpol yang belum menentukan sikap.
Sebelum lanjut, ada baiknya dipaparkan Parpol peraih kursi di parlemen hasil Pemilu legislatif 14 Februari 2024. Alasannya, itu menjadi acuan untuk mengusung satu pasangan di Pilkada 2024.
Hasil Pemilu legislatif 2024, Partai Nasdem memperoleh 7 kursi, PDI Perjuangan 6 kursi, Partai Hanura 5 kursi, Partai Golkar 4 kursi, PKS 2 kursi dan Partai Gerindra 1 kursi. Jumlah kursi yang tersedia di DPRD Gorontalo Utara sebanyak 25 kursi dan itu hanya terbagi pada enam Parpol yang disebutkan di atas.
Guna mengusung satu pasangan di Pilkada Gorontalo Utara, Parpol atau gabungan Parpol wajib memiliki minimal 20 persen kursi di parlemen. Artinya, untuk ikut Pilkada di Gorontalo Utara, Parpol atau gabungan Parpol minimal memiliki 5 kursi di parlemen.
Melihat dari komposisi perolehan kursi, tampaknya hanya tiga Parpol yang layak mengusung tanpa harus koalisi. Ketiga Parpol tersebut yakni Partai Nasdem, PDI Perjuangan dan Partai Hanura. Partai Golkar, PKS dan Partai Gerindra, wajib koalisi.
Lalu kenapa banyak kalangan menilai jika Partai Golkar bakal jadi penonton di Pilkada Gorontalo Utara? Bukankan 4 kursi menjadi modal untuk mencari koalisi agar terpenuhi 20 persen?
Usut punya usut, pasangan Roni Imran-Ramdhan Mapaliey (Romantis) yang dimotori Partai Nasdem membentuk koalisi gemuk. Pasangan ini diusung gabungan Parpol yang memiliki 15 kursi di parlemen, atau dengan kata lain, Pasangan Romantis diusung 60 persen kursi di parlemen.
Sementara itu, kursi yang tersisa tinggal 10 dan 6 diantaranya atau 24 persen milik PDI Perjuangan dan 4 kursi (16 persen) milik Partai Golkar.
Sebelumnya, muncul wacana jika pasangan Ridwan Yasin-Muksin Badar akan menggunakan PDI Perjuangan sebagai kendaraan. Maklum, keduanya adalah kader, dan PDI Perjuangan layak mengusung satu pasangan tanpa harus koalisi.
Jika memang demikian, maka Partai Golkar akan ‘ketinggalan kereta’. Bahkan besar kemungkinan akan jadi penonton, karena tak memiliki teman koalisi.
Harapan muncul ketika terjalin komunikasi yang baik antara PDI Perjuangan dengan Partai Golkar. Artinya, kedua Parpol ini akan menjalani koalisi di Pilkada Gorontalo Utara. Hanya saja, akan ada yang menjadi ‘korban’ ketika Partai Golkar menginginkan kadernya untuk posisi papan satu atau papan dua.
Pasangan yang mungkin terjadi ketika PDI Perjuangan berkoalisi dengan Partai Golkar yakni Ridwan Yasin-Nurjanah Jusuf atau pasangan Thariq Modanggu-Ridwan Yasin.
Kedua pasangan itu akan mengorbankan Muksin Badar yang sudah lama diwacanakan bersama Ridwan Yasin. Akankah Muksin Badar menerima ketika PDI Perjuangan – Partai Golkar berkoalisi? Atau Partai Golkar jadi penonton di PIlkada Gorontalo Utara? Menarik untuk ditunggu. (***)