NUSANTARA1.ID – Usai diperiksa oleh tim penyidik, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) langsung menahan mantan Direktur Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja dan Transmigrasi RU, pada Kamis (25/1). Politikus Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu ditahan oleh KPK sebagai tersangka kasus dugaan korupsi sistem proteksi tenaga kerja Indonesia (TKI) di Kementerian Tenaga Kerja (Kemnaker) 2012.
Selain RU, KPK juga menahan pejabat pembuat komitmen pengadaan sistem proteksi TKI tahun 2012, IND. Keduanya ditahan di Rutan KPK untuk 20 hari pertama.
“Atas dasar kebutuhan proses penyidikan, Tim Penyidik menahan Tersangka RU dan IND untuk masing-masing selama 20 hari pertama, terhitung 25 Januari 2024 sampai dengan 13 Februari 2024 di Rutan KPK,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (25/1).
KPK seharusnya juga memeriksa satu tersangka lainnya yakni, Direktur PT Adi Inti Mandiri (AIM) berinisial KRN. Namun Karunia tidak hadir memenuhi panggilan pemeriksaan tim penyidik.
“Sedangkan KRN, kami ingatkan untuk kooperatif dan hadir pada penjadwalan pemanggilan selanjutnya,” ucap Alex.
Alex menjelaskan, RU yang saat itu menjabat Dirjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja pada Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemenakertrans) diduga mengajukan anggaran Rp 20 miliar dalam upaya melakukan pengolahan data proteksi TKI ke Ditjen Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja.
Dalam prosesnya, IND dipilih dan diangkat sebagai Penjabat Pembuat Komitmen (PPK) dalam pengadaan tersebut. Sekitar Maret 2012, atas inisiatif dari RU dilakukan pertemuan pembahasan awal yang dihadiri IND dan KRN Direktur PT AIM yang kemudian, atas perintah RU disepakati sepenuhnya menggunakan data tunggal dari PT AIM.
“Untuk proses lelang yang sejak awal telah dikondisikan pihak pemenangnya adalah perusahaan milik KRN, dimana KRN sebelumnya telah menyiapkan dua perusahaan lain seolah-olah ikut serta dalam proses penawaran dengan tidak melengkapi syarat-syarat lelang sehingga nantinya PT AIM dinyatakan sebagai pemenang lelang,” ucap Alex.
Namun, setelah dilakukan pemeriksaan dari Tim Panitia Penerima Hasil Pekerjaan didapati adanya item-item pekerjaan yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang disebutkan dalam surat perintah mulai kerja, diantaranya komposisi hardware dan software.
Selain itu, lanjut Alex, atas persetujuan IND selaku PPK, dilakukan pembayaran 100 persen ke PT AIM, walaupun fakta di lapangan untuk hasil pekerjaan belum sepenuhnya mencapai 100 persen. Kondisi faktual dimaksud diantaranya belum dilakukan instalasi pemasangan hardware dan software sama sekali untuk yang menjadi basis utama penempatan TKI di negara Malaysia dan Saudi Arabia.
KPK menduga, perbuatan itu merugikan keuangan negara hingga miliaran rupiah. Hal itu diketahui berdasarkan analisis dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
“Berdasarkan perhitungan Badan Pemeriksa Keuangan RI, dugaan kerugian keuangan negara yang ditimbulkan dalam pengadaan ini sejumlah sekitar Rp 17, 6 miliar,” tegas Alex.
Ketiga tersangka disangkakan melanggar Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP. (*)