NUSANTARA1.ID – Ada yang menarik dari aturan yang diterapkan pemerintah Tajikistan. Yakni, meskipun penduduknya 96 persen beragama Islam, namun mereka mengeluarkan undang-undang tentang larangan pemakaian jilbab.
Alasan yang dikemukakan yakni sebagai upaya dari pemerintah untuk melindungi nilai-nilai budaya nasional dan mencegah tahayul serta ekstremisme.
Seperti yang dilansir dari jawapos.com, undang-undang tersebut disetujui oleh majelis tinggi parlemen Tajikistan atau yang disebut Majlisi Milli pada Kamis (20/6) lalu. Dalam isinya tertulis tentang pelarangan penggunaan pakaian asing, termasuk jilbab atau penutup kepala yang dikenakan oleh perempuan muslim. Masyarakat disarankan untuk memakai pakaian nasional yang biasa dipakai warga Tajikistan.
Tak tanggung-tanggung, negara yang dipimpin oleh presiden seumur hidup Emomali Rahmon sejak 1997 tersebut, telah menyiapkan denda bagi masyarakat yang melanggar undang-undang. Bagi warga biasa diberikan denda sebesar 7.920 Somoni Tajikistan atau Rp 12 juta.
Sementara, bagi pejabat pemerintah dan tokoh keagamaan juga dikenakan sanksi berbeda. Bagi pejabat pemerintah dikenakan denda, 54.000 Somoni atau Rp 82,6 juta. Denda sebesar 57.600 Somoni atau Rp 88 juta untuk tokoh keagamaan.
Undang-undang serupa yang juga disahkan awal bulan ini berdampak pada praktik keagamaan, seperti tradisi Iydgardak. Tradisi tertua di Tajikistan itu merupakan tradisi yang dilakukan anak-anak untuk pergi dari rumah ke rumah dan mengumpulkan uang saku pada hari raya Idul Fitri.
Undang-undang tentang pelarangan jilbab yang disahkan pemerintah Tajikistan dianggap sangat mengejutkan. Faktanya, Tajikistan merupakan negara yang 96 persen warganya menganut agama Islam. (*)