NUSANTARA1.ID – Saat ini, demokrasi di Indonesia akan berjalan tak sesuai harapan ketika yang muncul adalah politik dinasti. Alasannya, dapat menciptakan monopoli politik dan menghalangi akses kesempatan bagi calon-calon politik dari keluarga lain atau dari latar belakang sosial-ekonomi yang berbeda.
Menanggapi hal tersebut, guru besar ilmu politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Kacung Marijan menyatakan masyarakat bisa mencegah praktik politik dinasti pada Pemilu 2024. Prof. Kacung -panggilan kondangnya- mengatakan ada dua cara melawan politik dinasti.
“Kontrolnya bisa dua. Pertama adalah di level proses pemilihannya. Ketika masyarakat anggap itu tidak baik, masyarakat bisa secara kolektif menolak dan tidak memilihnya,” ujar Prof. Kacung, Senin (6/11).
Adapun satu cara lagi untuk melawan politik dinasti ialah melalui parlemen. Cara itu dilakukan jika kandidat dari jalur politik dinasti ternyata menang.
“Ketika calonnya itu sudah terpilih, bagaimana terjadi proses kontrol sehingga penyalahgunaan kekuasaan bisa dihindari. Dalam hal ini lewat DPR,” imbuhnya.
Pakar perbandingan politik dan kebijakan publik itu menambahkan DPR memiliki fungsi pengawasan. Prof. Kacung memerinci pengawasan itu dilakukan atas pelaksanaan undang-undang, APBN, dan kebijakan pemerintah.
“Kalau DPR-nya lebih kuat, seharusnya kontrol kepada pemerintah harus lebih kuat,” tuturnya.
Peraih gelar Ph.D. dari Australian National University (ANU) itu menjelaskan politik dinasti bukanlah praktik demokratis. Alasannya, rekrutmen politiknya dilakukan berdasar keluarga.
“Proses rekrutmen politik dinasti itu dibangun dan dibungkus melalui pemilihan secara demokratis formal,” katanya. (*)