NUSANTARA1.ID – Ketika akan membuat kebijakan di bidang ekonomi, tentu yang dilakukan yakni yang dapat memperkuat Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Jangan pilih kebijakan ekonomi yang melemahkan NKRI.
Penegasan itu disampaikan Wakil Ketua DPR RI, Rachmat Gobel yang mana menurutnya ketika ekonomi lemah maka akan menghancurkan masyarakat sendiri.
“Jangan pilih kebijakan ekonomi yang melemahkan NKRI, yang menghancurkan kita sendiri. Pilih ekonomi yang memperkuat NKRI,” kata Rachmat Gobel, Jumat (15/9) pada acara Hulonthalo Art & Craft Festival yang diselenggarakan perwakilan Bank Indonesia di Grand Palace Convention Center.
Acara ini diikuti oleh pelaku UMKM di Gorontalo seperti produk pangan dan produk kerajinan Gorontalo yang dimeriahkan fashion show Kain Sulam Karawo.
Rachmat Gobel menceritakan, saat kecil ia teringat pada pesan Jenderal M Jusuf, yang saat itu menjabat Menhankam/Pangab. Saat itu ia ditanya anggota DPR RI tentang kondisi peralatan tempur yang terbatas yang dimiliki Indonesia sehingga Indonesia rawan terhadap infiltrasi maupun serangan asing. Namun Jusuf menjawab bahwa pertahanan terbaik adalah di desa.
“Tentu saat itu konteksnya adalah perang gerilya. Di era perang dagang pun pertahanan terbaik tetap di desa, tapi pertahanan tersebut dalam bentuk ekonomi,” katanya.
Lanjut kata Rachmat Gobel, ekonomi desa bertumpu pada pertanian, perikanan, perkebunan dan UMKM. Menurutnya, kesuksesan di sektor pangan akan membuat kebutuhan dasar nasional akan terjamin dan tidak bergantung pada pasokan asing.
Dengan demikian, menurut Rachmat Gobel, masyarakat tak akan mengalami kelaparan dan terjaminnya logistik nasional. Pada sisi lain, UMKM menyerap tenaga kerja yang sangat besar, lebih dari 90 persen tenaga kerja berada di sektor UMKM. Kontribusi UMKM terhadap PDB juga masih dominan, yaitu sekitar 60 persen.
“Jadi, menjaga ekonomi desa, yaitu sektor UMKM, pertanian, perikanan, dan perkebunan adalah pilihan terbaik dalam rangka menjaga NKRI. Itulah makna strategisnya,” katanya.
Melalui pendekatan itu, kata Rachmat Gobel, maka mayoritas rakyat Indonesia akan terangkat ekonominya dan kesejahteraannya.
“Ini juga akan menciptakan pemerataan ekonomi. Penguatan koperasi juga sangat strategis sebagai instrumen kelembagaannya. Jika itu terjadi maka NKRI menjadi kuat dan tangguh,” katanya.
Karena itu, Rachmat Gobel mengingatkan agar para pembuatan kebijakan nasional, khususnya di sektor ekonomi, harus dalam kerangka NKRI dengan melindungi UMKM, pertanian, perikanan, dan perkebunan. Namun demikian, katanya, kebijakan yang memperkuat NKRI juga bisa dimaknai lebih luas di sektor-sektor lain.
Sebagai contoh, katanya, pengaturan distribusi miras adalah hal mutlak. Karena tanpa pengaturan dalam distribusi miras bisa melemahkan mental generasi muda. Dalam sejarah pernah terjadi perang candu yang membuat Tiongkok kehilangan sebagian wilayahnya. Perang ini melemahkan Tiongkok akibat penyelundupan candu oleh Inggris dan juga Prancis.
Rachmat Gobel juga mencontohkan pengalamannya saat menjadi menteri perdagangan. Saat itu ia melarang impor tekstil bermotif kain tradisional Indonesia seperti batik, tenun, sulam, songket, sasirangan, dan sebagainya. Menurutnya, hal itu bisa mematikan pengrajin kain tradisional Indonesia.
“Jika sudah mati maka warisan budaya kita bisa punah. Generasi penerus kita bisa tak kenal lagi dengan beragam kain tradisional dan sejarahnya sendiri. Ini sangat melemahkan NKRI. Budaya adalah pertahanan terdalam suatu bangsa. Karena di sana ada nilai-nilai dan sejarah,” katanya.
Ia juga mengingatkan makna luas kebijakan ekonomi yang memperkuat NKRI dalam konteks yang lebih rumit dalam bidang investasi, fiskal, dan moneter. Penerapan aturan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN), katanya, adalah salah satu instrumen kebijakan ekonomi yang memperkuat NKRI.
Pada kesempatan itu, Rachmat Gobel mengungkapkan dua potensi ekonomi UMKM yang bernilai ekspor besar. Pertama, kerajinan mebel. Menurutnya, potensi pasar mebel dunia pada 2023 mencapai 766 miliar dollar AS. Sedangkan ekspor mebel Indonesia, katanya, pada 2022 baru mencapai 2,5 miliar dollar AS. Kedua, herbal atau jamu. Pada 2021, katanya, potensi pasar herbal atau jamu dunia mencapai 151,91 miliar dollar AS. Sedangkan pada tahun yang sama, katanya, ekspor jamu Indonesia hanya mencapai 41,5 juta dollar AS.
“Jadi masih ada peluang yang sangat besar buat Indonesia,” katanya.
Gobel mengingatkan, di sektor mebel Indonesia memiliki beragam jenis kayu dan rotan yang menjadi kekhasan Indonesia. Sedangkan di sektor jamu, katanya, Indonesia memiliki beragam bahan baku herbal yang sangat kaya.
“Dulu penjajah datang ke Indonesia untuk mencari rempah-rempah, bukan mencari bahan tambang,” katanya. Sebagai perbandingan, katanya, Korea Selatan dan Iran hanya memanfaatkan satu produk saja, yaitu ginseng dan saffron. Namun ekspor dua negara itu di bidang herbal lebih besar daripada ekspor herbal Indonesia.
Gobel menekankan pentingnya sektor UMKM yang bernilai ekspor karena kontribusi UMKM Indonesia adalah yang terendah dibandingkan dengan negara-negara tetangga di kawasan Asia Tenggara.
“Angkanya masih sekitar 14 persen. Jadi pilihan dua sektor UMKM ini akan menaikkan kontribusi ekspor sektor UMKM,” katanya. Padahal kontribusi UMKM terhadap penyerapan tenaga kerja dan terhadap PDB, katanya, adalah yang tertinggi di ASEAN. (*)