NUSANTARA1.ID – Langkah Menteri Pertahanan (Menhan) Prabowo Subianto untuk membeli jet tempur Mirage 2000-5 dari Qatar, menuai protes. Pasalnya, jet tempur yang dibeli itu bekas dan sudah uzur.
Protes ini datang dari Anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin yang mana pembelian satu skuadron atau 12 unit jet tempur Mirage 2000-5 dari Qatar menghabiskan biaya sebesar USD 792 juta atau setara hampir Rp 12 triliun.
Dia menyebutkan rencananya pesawat akan dikirim paling lambat dalam jangka waktu 24 bulan kontrak berlaku efektif pada Mei 2023.
“Masalahnya, pesawat Mirage 2000-5 tersebut dibeli oleh AU Qatar dari Perancis pada akhir 1980-an. Artinya, usianya sudah menginjak tiga dekade dan tersisa hanya sepuluh tahun untuk penggunaan,” kata Hasanuddin, Kamis (22/6).
Politikus PDI Perjuangan menyebutkan nantinya pesawat bekas tersebut hanya mendapat dukungan servis selama tiga tahun awal, setelahnya sisa tujuh tahun harus membayar mahal.
“Biaya perawatan pesawat tempur tidak murah, apalagi pesawat usia tua. Apakah anggaran kita sudah siap?” lanjutnya.
Hasanuddin menyebut ketimbang Prabowo Subianto membeli pesawat bekas, lebih baik yang baru. Menurutnya, harga per unit untuk mirage 2000-5 bekas Qatar yang dibeli sekitar USD 66 juta per unit.
“Kalau kami lihat rentang harga jet tempur baru di pasar global saat ini berkisar mulai dari USD 67 juta hingga USD 135 juta,” bebernya.
Dia menyebutkan, untuk pilihan jet tempur baru yang mendekati angka USD 66 juta ada Super Hornet (USD 67 jutaan/unit), F35A (USD 77 juta/unit), Gripen (USD 85 juta/unit), atau F-15 EX (USD 87 juta/unit).
Dengan anggaran yang dialokasikan Kemhan untuk membeli Mirage 2000-5, sebenarnya Indonesia bisa mendapatkan hampir 1 skuadron jet tempur F-35A, SAAB Gripen, atau F-15 EX baru.
Dia menyebutkan yang pastinya memiliki usia pakai lebih lama hingga 40 tahun dan jaminan servis suku cadang yang lebih meyakinkan.
“Atau jika memungkinkan ditambah USD 150 juta bisa dapat 1 skuadron full F-35A, SAAB Gripen, atau F-15 EX baru. Dan Indonesia pasti punya efek gentar yang lebih dahsyat di ruang udara nasional dalam jangka panjang. Lalu kenapa harus memaksakan diri beli pesawat tua?,” pungkas TB Hasanuddin. (*)